Langsung ke konten utama

Makna dan Simbolisme Karowista serta Sarawista dalam Upacara Keagamaan Hindu Bali

Makna dan Simbolisme Karowista serta Sarawista dalam Upacara Keagamaan Hindu Bali

Oleh: IBN. Semara M.

 

Sirawista atau Karowista adalah simbol sakral yang terbuat dari tiga helai alang-alang yang dirangkai hingga ujungnya membentuk lingkaran atau windu dengan titik di tengahnya. Simbol ini melambangkan aksara suci Om yang berasal dari bijaksara AUM, yang dibaca sebagai "Aum" atau "Om".

Secara etimologi, Sirawista berasal dari kata Sirah (kepala, puncak, mahkota) dan Wista (kemanggulan untuk mencapai kemanunggalan yang dipuja). Istilah ini menggambarkan hubungan antara tubuh, roh, dan dimensi spiritual yang lebih tinggi.

Menurut Ida Pedanda Gede Mandara Putra Kekeran Pamaron, Giriya Selat,  meskipun Karowista dan Sarawista dibuat dari bahan dan bentuk yang sama, penggunaannya menentukan istilahnya:

Jika digunakan oleh sulinggih saat mepuja, disebut Sarawista, yang menandakan beliau sebagai Saiwa.

Jika digunakan oleh pemangku atau umat biasa dalam ritual seperti nganten atau melukat, disebut Karowista, yang bermakna penyucian dan pemusatan pada Siwa.

Adapun literasi lain mengenai Karowista dan Sarawista dapat ditemukan dalam berbagai lontar dan teks suci Bali yang memuat penjelasan tentang pengikatan serta simbolisme yang terkandung dalam penggunaan alang-alang tersebut. Sebagai contoh, dalam lontar Siwapakrama, terdapat penekanan pada makna Karowista dan Sarawista dalam kaitannya dengan penyucian tubuh dan roh, yang memiliki hubungan erat dengan dewa-dewa yang disembah dalam agama Hindu Bali. Penggunaan Sarawista oleh sulinggih, yang mengarah pada pemujaan terhadap Siwa, memberikan gambaran tentang praktik keagamaan yang lebih tinggi. Penyucian dalam konteks ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga menyentuh dimensi spiritual yang lebih dalam.

Menurut lontar Aji Gurnita (alih aksara 1973, koleksi Kantor Budaya Bali), istilah Sirawista telah dikenal sebagai bagian penting dari tradisi spiritual. Sedangkan istilah Karowista terdapat dalam lontar Siwapakrama, dengan dua sumber utama, yaitu koleksi Ida Pedanda Putra Tembau dan perpustakaan UNHI Denpasar. Kedua lontar ini menggambarkan Dewa yang bersemayam pada sarana pemujaan dengan tubuh sebagai pusat penyatuan spiritual.

Karowista merupakan pengikatan tiga helai alang-alang di kepala (ambengan dalam Bahasa Bali), bertujuan untuk memusatkan tubuh pada objek pemujaan. Kata Karo merujuk pada tubuh jasmani dan rohani, sehingga istilah Karowista sering digunakan dalam berbagai ritual seperti sembahyang dan melukat.

Simbol ini mencerminkan harmoni antara tubuh, rohani, dan pemujaan, menjadikannya bagian penting dalam upacara keagamaan yang terus dilestarikan hingga saat ini.

-----

Komentar

Postingan Populer

Pediksan di desa Karangsuwung Tembuku Bangli

U

Tirtayatra PHDI KAB BANGLI. Madura, Kenjeran Bromao

Piodalan di Pura Pesraman Dharmawasita Capung Mas Ubud Gianyar Bali

Paruman Mawosang Karya Ring Pelinggih Ida Betara Siwa Budha Pesaraman Dharmawasita Mas Ubud

Dharama Santhi Dharmopadesa di Pesraman Dharma wasita Mas Ubud