Makna Harmoni di Balik Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon
Oleh : IBN Semara M.
Purnama,
saat bulan mencapai puncak terang, melambangkan cahaya ilahi yang menyinari
setiap sudut kehidupan. Pada hari ini, umat Hindu mempersembahkan upakara
seperti canang sari, pejati, dan daksina kepada Sang Hyang Chandra. Ritual
sederhana seperti segehan kecil di halaman rumah menjadi simbol permohonan agar
diberi kebahagiaan, kejernihan pikiran, dan perlindungan.
Sebaliknya,
Tilem, ketika bulan menghilang dari langit, mengingatkan manusia untuk
merenungi kelemahan diri. Gelapnya malam Tilem adalah waktu yang tepat untuk
melepaskan energi negatif dan memulai siklus baru. Dalam upakara, umat
mempersembahkan banten sesayut sebagai bentuk penyucian diri. Bahkan, sekadar
canang sari di tempat pemujaan keluarga sudah mencerminkan kesungguhan hati
untuk meraih kesucian.
Kajeng
Kliwon, yang hadir setiap 15 hari sekali, memiliki energi magis untuk menjaga
keseimbangan alam semesta. Hari ini adalah waktu penting untuk menetralkan
pengaruh negatif dan memohon perlindungan spiritual. Persembahan segehan
warna-warni di persimpangan jalan menjadi simbol harmonisasi energi. Meski
sederhana, canang sari yang diiringi doa tulus di tempat pemujaan pun sudah
mencerminkan makna hari ini.
Ida
Pedanda Gede Mandara Putra Kekeran Pamaron mengingatkan bahwa keagungan
hari-hari suci ini terletak pada ketulusan hati dalam melaksanakannya. Dengan
mendalami maknanya, umat Hindu tidak hanya mempersembahkan yadnya kepada Hyang
Widhi, tetapi juga menciptakan harmoni sejati antara diri, semesta, dan energi
ilahi.
Komentar
Posting Komentar