Cermin Semesta
Oleh: @Ida Bagus Ngurah Semara Manuaba
"Yad Bhāvam Tad Bhavati" – Sebagaimana
pikiranmu, demikianlah realitamu terjadi.
(Chandogya Upanishad 3.14.1)
Semesta adalah cermin. Ia tidak menilai
kita berdasarkan moral, agama, jabatan, atau pujian dari orang lain. Ia tidak
bekerja dengan sistem hadiah atau hukuman seperti yang sering kita jumpai dalam
tatanan sosial. Semesta hanya bekerja berdasarkan getaran: ia memantulkan,
bukan menghakimi.
Dalam ajaran Hindu Bali, hal ini selaras dengan prinsip Tat Twam Asi –
"Aku adalah kamu, dan kamu adalah aku." Ini bukan sekadar ajaran
etika sosial, tapi petunjuk metafisika mendalam: bahwa apa pun yang kita
pancarkan—dalam pikiran, kata-kata, dan tindakan—akan kembali kepada kita.
Bukan karena semesta ingin membalas, tetapi karena hukum resonansi itu nyata
dan aktif.
Kitab-kitab suci Veda dan Upanishad secara halus sudah mengajarkan hukum ini
ribuan tahun lalu. Dalam Sarasamuscaya disebutkan:
"Yan ikang sarwwakarmaphala teka ring awak, swabhawa ngaranika."
(Segala yang datang kepada diri adalah akibat dari sifat batin kita sendiri.)
Apa yang kita alami bukan hasil dari sesuatu di luar diri, tetapi pantulan dari
vibrasi dalam diri. Bila seseorang dipenuhi syukur, damai, dan welas asih, maka
semesta menghadirkan lebih banyak situasi yang menyuburkan rasa syukur dan
kedamaian itu. Sebaliknya, bila batin penuh keluh kesah, dendam, dan ketakutan,
maka situasi serupa akan terus datang, seolah menegaskan rasa itu.
Dalam ranah sains, khususnya dalam fisika kuantum, dikenal istilah "energi
mengikuti perhatian" (energy flows where attention goes). Pikiran bukan
hanya sekadar proses biologis, tetapi medan energi yang dapat mempengaruhi
realitas di sekitarnya. Ini selaras dengan observer effect, yakni kenyataan
bahwa pengamat (diri kita) secara tidak langsung mengubah fenomena yang
diamati. Maka semakin kita fokus pada rasa takut, kekurangan, atau kemarahan,
semakin realitas itu termanifestasi.
Bukan semesta yang berubah, melainkan persepsi dan frekuensi kita yang mengatur
jenis pantulan yang diterima. Maka penting bagi kita untuk memahami bahwa doa,
persembahan, dan upacara hanya akan berdampak sejauh kesadaran batin kita ikut
hadir di dalamnya. Semesta tidak membaca ritual, ia membaca getaran.
Hidup selaras dengan semesta berarti hadir utuh—pikiran, perasaan, dan
tindakan—dalam kesadaran. Itulah sebabnya dalam Yoga Sutra Patanjali,
disebutkan bahwa penguasaan diri (citta vritti nirodhah) adalah kunci untuk
menyatu dengan realitas sejati.
Bukan yang paling banyak meminta yang akan mendapatkan, tapi yang paling jernih
memantulkan niat baiknya ke semesta. Karena semesta hanya memantulkan: bukan
permintaan Anda, tetapi getaran Anda.
------
Komentar
Posting Komentar