Langsung ke konten utama

Pengendalian diri dan kesederhanaan hidup


Padmasana dan Medan Kuantum: Menyatu dengan Kekosongan Suci dalam Hindu Bali
Oleh: Ida Bagus Ngurah Semara Manuaba

> "Yad Bhāvam Tad Bhavati" – Sebagaimana pikiranmu, demikianlah realitamu terjadi.
(Chandogya Upanishad 3.14.1)

Pendahuluan: Jalan Menuju Takdir melalui Kesadaran

Dalam tradisi Hindu Bali, hidup bukan sekadar rentetan peristiwa lahiriah, melainkan cerminan dari apa yang terjadi di dalam batin manusia. Pikiran bukan hanya alat berpikir, tetapi kekuatan pencipta. Kata-kata bukan sekadar getaran vokal, tetapi mantram yang bisa mengguncang semesta. Dan kesadaran bukan hanya pengamat, tetapi energi yang mampu merancang realita.

Kini, dalam era modern, sains kuantum datang untuk membuktikan ulang apa yang telah diajarkan oleh para rsi ribuan tahun silam. Bahwa realita tidak sesederhana materi, dan bahwa di balik bentuk-bentuk lahiriah, ada kekosongan suci yang justru merupakan sumber dari segala sesuatu.

Dalam artikel ini, kita akan menelusuri keterkaitan antara medan kuantum, kesadaran murni, dan Padmasana—sebagai simbol kekosongan tertinggi dalam Hindu Bali. Kita akan menyadari bahwa apa yang dianggap mistis di masa lalu kini bisa didekati melalui lensa ilmiah dan spiritual secara bersamaan.

Bagian I: Medan Kuantum sebagai Realita Tertinggi
Fisika dan Filsafat Bertemu

Fisika klasik memandang dunia sebagai mesin: segala sesuatu bisa diukur, diprediksi, dan ditentukan. Tapi fisika kuantum membalik cara pandang ini. Di dunia subatomik, hukum Newtonian tidak berlaku. Partikel bisa berada di dua tempat sekaligus, dan hanya menjadi nyata ketika diamati. Materi bukan padat, melainkan hanya kemungkinan yang bergetar di dalam kekosongan.

Sains menyebutnya sebagai zero-point field, medan nol yang tetap ada walau seluruh materi telah hilang. Dalam ajaran Hindu, medan ini disebut Nirguna Brahman—Tuhan tanpa atribut, yang tidak bisa dibayangkan, tetapi menjadi sumber dari segala bayangan.

Di sinilah titik temu antara ilmuwan kuantum seperti Dr. Joe Dispenza dan ajaran para rsi kuno. Bahwa realita muncul dari kekosongan. Bahwa kesadaran manusia dapat berinteraksi langsung dengan medan energi ini, dan membentuk kenyataan.

Bagian II: Kesadaran Murni sebagai Pintu Akses
Atman: Percikan dari Kesadaran Ilahi

Dalam ajaran Tattwa Hindu, manusia terdiri dari tiga lapisan tubuh: sthula sarira (tubuh kasar), suksma sarira (tubuh halus), dan karana sarira (tubuh penyebab). Di balik semua itu, terdapat atman, jiwa abadi yang tidak dilahirkan dan tidak mati. Atman adalah kesadaran murni, bagian dari Brahman.

Ketika seseorang melampaui tiga tubuh ini melalui meditasi, tapa, puja, dan samadhi, maka ia menyatu kembali dengan asalnya. Di sanalah ia tidak lagi berdoa sebagai peminta, tetapi hadir sebagai saluran dari kehendak semesta.

Kesadaran murni adalah akses utama ke medan kuantum spiritual. Dalam kondisi ini, semua bentuk, pikiran, perasaan, dan dualitas lenyap. Yang tersisa hanya hening, kosong, namun sangat sadar. Inilah yang dalam sastra disebut sebagai Sat-Chit-Ananda:

Sat: Keberadaan mutlak

Chit: Kesadaran murni

Ananda: Kebahagiaan abadi yang tidak berasal dari objek apa pun

Kesadaran inilah yang dapat menjangkau medan kuantum, dan menciptakan realita baru dari dalam.

Bagian III: Takdir dalam Perspektif Hindu dan Sains
Karma Bukan Takdir yang Kaku

Hindu Bali tidak memandang karma sebagai takdir kaku yang tidak bisa diubah. Karma adalah hukum sebab akibat, tetapi kesadaran yang tercerahkan dapat menghentikan rantai akibat dan menciptakan sebab baru. Inilah yang disebut dalam Bhagavad Gita sebagai "yoga karma sukhausalam"—kesadaran dalam bertindak.

Ketika seseorang sudah hidup dari kesadaran murni, maka setiap tindakannya menjadi bentuk yajña, persembahan suci. Dan ketika ia hidup dalam yajña, maka ia tidak lagi terikat oleh hukum karma lama.

> "Manah eva manushyanam karanam bandha mokshayoh"
Pikiran adalah sebab keterikatan dan kebebasan.
(Bhagavad Gita 6.5)

Takdir sejati adalah hasil dari getaran kesadaran yang konsisten dan fokus. Semesta merespon vibrasi. Apa yang kita pikirkan dengan penuh keyakinan dan kesadaran akan menjadi kenyataan.

Bagian IV: Padmasana sebagai Simbol Medan Kuantum
Kekosongan yang Penuh

Dalam arsitektur spiritual Bali, Padmasana adalah pelinggih tertinggi dalam pura. Ia melambangkan tempat Ida Sang Hyang Widhi Wasa bersemayam dalam kekosongan suci. Bagian paling atas dari Padmasana dibiarkan kosong, tidak diisi arca. Ini bukan karena Tuhan tidak hadir, tetapi justru karena Ia melampaui bentuk dan nama.

Padmasana adalah lambang medan kuantum dalam ajaran Hindu Bali. Ia adalah ruang hening, sunyi, tempat seluruh getaran ilahi berasal. Sembahyang di Padmasana bukan memanggil Tuhan dari luar, tetapi menyadarkan kembali kesadaran tertinggi dalam diri, dan menyatukannya dengan kekosongan suci itu.

Makna Tangan Kosong dalam Sembahyang

Saat seseorang memulai sembahyang, ia mengangkat tangan kosong (muspa puyung)ke atas ubun-ubun. Tindakan ini bukan sekadar tradisi, tetapi memiliki makna spiritual mendalam: menyatukan diri dengan kekosongan, hadir dalam ketulusan mutlak tanpa bentuk. Ini adalah simbol bahwa yang sejati bukan yang dibawa oleh tangan, tetapi yang dibawa oleh kesadaran.

Dalam sembahyang di Padmasana, tidak diperlukan Ayaban atau persembahan rumit. Cukup Banten Daksina sebagai simbol kekosongan. Daksina bukan Banten Pejati, karena Pejati sudah terdiri dari banyak unsur tambahan. Daksina adalah bentuk persembahan dasar yang mencerminkan kesucian hati dan kesederhanaan.

Simbol Kekosongan Lainnya

Dalam bangunan, kekosongan dilambangkan dengan Padmasana

Dalam banten, kekosongan dilambangkan oleh Daksina

Dalam tulisan, kekosongan direpresentasikan oleh Ongkara

Dalam puja, kekosongan diungkap melalui getaran suci OM

Semuanya menunjuk ke satu hakikat: Sunya, kekosongan yang penuh cahaya kesadaran.

Bagian V: Mengakses Medan Kuantum Melalui Jalan Spiritual Hindu
Japa, Dhyana, dan Yajña

Untuk menyatu dengan medan kesadaran, Hindu Bali menawarkan banyak jalan:

1. Japa – Pengulangan nama suci yang membersihkan pikiran

2. Dhyana – Meditasi yang membawa pada turīya, keadaan kesadaran keempat

3. Yajña – Persembahan yang dilakukan dengan kesadaran suci

4. Tapa – Pengendalian diri dan kesederhanaan hidup

5. Brata – Penahanan dari godaan duniawi demi tujuan spiritual

Melalui praktik-praktik ini, kesadaran mulai bergeser dari luar ke dalam, dari bentuk ke substansi, dari suara ke hening.

Bagian VI: Para Wali(penanggung jawab) dan Pedanda Sebagai Gelombang Brahman
Kesaktian yang Bukan Magis

Orang-orang suci seperti maharshi, sulinggih, pinandita sejati, dan para wali, bukanlah orang-orang yang memiliki kekuatan magis, tetapi mereka adalah yang telah menyatu dengan medan kesadaran. Itulah sebabnya ucapan mereka menjadi kenyataan, langkah mereka menjadi tuntunan, dan kehadiran mereka membawa kedamaian.

Kesaktian dalam Hindu tidak berasal dari kekuatan, tetapi dari kesunyian batin yang telah menyatu dengan Tuhan. Dalam bahasa Jawa disebut manunggaling kawula Gusti, dalam Hindu disebut Moksha, dan dalam filsafat barat disebut sebagai pencerahan (enlightenment).

Penutup: Pulang ke Sunya, Pulang ke Diri

> Tat Twam Asi – Engkau adalah Itu
Aham Brahmasmi – Aku adalah Brahman

Ajaran Hindu Bali bukan ajaran pemisahan, tetapi ajaran penyatuan. Bahwa manusia bukan terpisah dari Tuhan, tetapi adalah bagian dari-Nya. Bahwa ketika kesadaran kita kembali pada Sunya, maka kita tidak lagi menjadi hamba yang takut, tetapi saksi yang hening, pencipta takdir bersama semesta.

Padmasana bukan hanya arsitektur batu, tetapi adalah pintu gerbang ke medan kuantum spiritual, tempat di mana takdir bisa ditulis ulang oleh kesadaran murni. Dan hanya melalui kesunyian batin, tangan kosong, dan penghormatan penuh kesadaran, kita dapat mengetuk gerbang itu.

Semoga tulisan ini menjadi lentera dalam perjalanan Anda menuju kesadaran tertinggi.

OM Santih Santih Santih OM

Komentar

Postingan Populer

Pediksan di desa Karangsuwung Tembuku Bangli

U

Tirtayatra PHDI KAB BANGLI. Madura, Kenjeran Bromao

Piodalan di Pura Pesraman Dharmawasita Capung Mas Ubud Gianyar Bali

Paruman Mawosang Karya Ring Pelinggih Ida Betara Siwa Budha Pesaraman Dharmawasita Mas Ubud

Dharama Santhi Dharmopadesa di Pesraman Dharma wasita Mas Ubud