Oleh: Semara Manuaba IBN
Dalam kehidupan spiritual masyarakat Bali,
keberadaan uang kepeng—yang kerap disebut pis bolong—telah menjadi bagian tak
terpisahkan dari berbagai upacara yadnya, khususnya dalam prosesi mendem
pedagingan, yaitu penanaman unsur sakral di dasar bangunan suci. Namun
demikian, masih banyak terjadi kekeliruan dalam memahami hakikat pis bolong itu
sendiri, baik dari sisi asal-usul maupun tujuannya dalam upacara.
Sebagian orang menganggap bahwa uang kepeng adalah produk lokal Bali. Padahal, koin-koin tersebut sejatinya berasal dari luar negeri: Tiongkok, Jepang, dan wilayah Champa (Vietnam). Koin-koin ini dulunya merupakan alat tukar resmi. Namun dalam konteks spiritual di Bali, nilai dan fungsinya telah berubah total: bukan lagi alat tukar, melainkan media sakral yang mengandung unsur logam suci.
Dalam setiap pembangunan pura, pelinggih,
dan bangunan suci lainnya, dikenal prosesi mendem pedagingan. Upacara ini
adalah dasar spiritual dari bangunan tersebut. Salah satu unsur yang digunakan
dalam pedagingan adalah uang kepeng. Namun yang sesungguhnya menjadi esensial
bukanlah nilai tukar atau bentuk fisiknya, melainkan kandungan logam di dalam
koin itu.
Dalam ajaran Hindu Bali, logam-logam
tertentu diyakini mewakili unsur kekuatan alam semesta. Kelima logam tersebut
disebut sebagai Panca Datu, yaitu:
1. Suwarna (Emas) – simbol cahaya ilahi dan
kemuliaan
2. Rajata (Perak) – simbol kesucian dan kejernihan
3. Tamba (Tembaga) – penghubung energi dan kekuatan alam
4. Wesi (Besi) – perlindungan dan keteguhan
5. Timah – kadang ditafsirkan sebagai perunggu atau baja, lambang daya tahan
dan kestabilan
Namun demikian, uang kepeng Cina kuno
sebenarnya belum sepenuhnya memenuhi unsur Panca Datu, karena umumnya hanya
mengandung tiga unsur: tembaga, besi, dan timah. Oleh karena itu, dalam praktik
tradisional di Bali, umat akan menambahkan unsur emas dan perak secara khusus
dalam prosesi mendem pedagingan, agar kelima unsur logam suci benar-benar
terpenuhi.
Seiring dengan semakin langkanya uang
kepeng asli dari Cina, dan sulitnya memastikan kandungan logam secara lengkap,
para pengrajin logam Bali mulai menciptakan inovasi spiritual: Pis Bolong Panca
Datu. Pis bolong ini adalah koin buatan lokal yang secara sadar dan sakral
dibuat dari campuran kelima logam suci tersebut.
Pis bolong ini bukanlah sekadar replika
fisik, melainkan perwujudan niat suci untuk menjaga kelengkapan unsur energi
Panca Datu. Karena itulah, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) pun telah
merekomendasikan penggunaan uang panaca datu sebagai sarana sah dan utama dalam
mendem pedagingan atau prosesi pendeman bangunan suci.
Yang sangat penting untuk dicatat,
pemakaian Pis Bolong Panca Datu juga direkomendasikan langsung oleh almarhum
Ida Pedanda Gde Nyoman Putra, Geria Bukit, Bangli, yang juga pernah menjabat
sebagai Bupati Bangli periode 1990–2000. Beliau secara pribadi ikut menyaksikan
proses pembuatan uang Panca Datu bersama saya sendiri, di dua tempat penting,
yaitu Desa Kamasan (Klungkung) dan Serongga (Gianyar). Kesaksian beliau
menegaskan validitas spiritual dan teknis dari pembuatan pis bolong tersebut
yang kini digunakan secara luas dalam mendem pedagingan di berbagai pura di
Bali.
Dari pemaparan di atas, kita dapat memahami
bahwa yang paling penting bukanlah rupa atau tulisan yang tertera di atas koin,
melainkan energi dan kandungan logamnya. Uang kepeng bukanlah warisan asli
Bali, tetapi telah diberi makna baru melalui pemaknaan spiritual yang dalam dan
penuh kesadaran.
Bahkan, dalam tataran lebih mendalam,
logam-logam suci dari unsur Panca Datu juga dapat dibentuk sesuai niat suci
seseorang. Logam dari unsur emas, misalnya, sering dibentuk menjadi ikan,
udang, atau bentuk kehidupan lainnya sebagai simbol harapan akan kelimpahan,
kesuburan, atau rejeki spiritual. Logam dari unsur besi biasanya dikembangkan
menjadi prabot pande—peralatan atau simbol kerja dan ketekunan. Logam-logam
lain pun tak luput dari pemaknaan serupa yang sesuai dengan niat dan tujuan
sakralnya.
Dengan memadukan unsur tradisi, logika
energi, dan nilai-nilai niskala, Pis Bolong Panca Datu merupakan jawaban zaman
atas kebutuhan spiritual Bali yang tetap berpijak pada ajaran leluhur. Melalui
pemahaman ini, semoga umat semakin arif dalam melaksanakan yadnya dan
menyucikan setiap unsur dalam upacara, bukan karena rutinitas, tapi karena
kesadaran akan harmonisasi antara alam, logam, dan jiwa manusia.
--------
Komentar
Posting Komentar