UPACARA NGUNGGAHANG DEWA PITARA ATAU NILAPATI
Upacara Nilapati atau ngunggahang Dewa Pitara ke Sanggah Kemulan merupakan
kelanjutan dari pelaksanaan upacara penganyutan. Yang dihanyutkan dalam upacara
tersebut adalah taulan atau abu jasadnya, bukan Panca Maha Bhuta-nya. Panca
Maha Bhuta telah disucikan pada proses penyucian terakhir melalui pelaksanaan
upacara pemukuran. Dengan demikian, kesucian dan kemurniannya telah kembali
seperti semula.
Ditinjau dari sudut Tattwa (Prakerthi Tattwa), Panca Maha Bhuta telah mengalami
transformasi sifat menjadi Panca Tan Matra, lalu menjadi Tri Guna, kemudian
menjadi unsur Budhi. Dalam pelaksanaan upacara pemukuran atau penyekahan, unsur
Budhi diproses menjadi Mahat. Proses penyucian ini dilanjutkan dengan
pelaksanaan upacara Nilapati, di mana unsur Mahat kembali menyatu menjadi
kekuatan Sang Hyang Prakerti.
Perubahan ini tergambar dari transformasi bentuk Puspa Lingga atau Sekah
menjadi bentuk Daksina Pelinggih. Dengan demikian, setelah melalui beberapa
tahapan penyucian, dari jenazah menjadi Daksina Pelinggih, maka Panca Maha
Bhuta telah ditingkatkan kesuciannya menjadi Sang Hyang Prakerti. Proses inilah
yang disebut Ngunggahang Bethara Hyang (Dewa Pitara). Oleh karena itu,
pelaksanaan upacara Nilapati memerlukan persiapan upakara sebagai berikut:
UPAKARANYA
Apabila upacara dilaksanakan oleh seorang Sulinggih, maka persiapan upakara
sebagai berikut:
a. Upakara Munggah di Sanggah Surya
- Daksina gede sarwa 4, peras, soda, suci, pejati asoroh
- Banten Ardhanareswari
- Rayunan perangkat meulam olahan suci
b. Upakara Dihadapan Sanggah Surya (di bawah)
- Caru ayam brumbun
Upakara Munggah di Kemulan (pada masing-masing rong munggah):
- Pejati, suci asoroh
- Ajuman putih kuning
- Canang pesucian
c. Upakara Ayaban ke Hadapan Bethara Hyang Guru
- Daksina gede sarwa 4, peras, soda, suci
- Banten ayaban tumpeng 21 bungkul
- Banten pulegembel, Banten saji Dewa Tarpana
- Sesayut Amertha Dewa, Sesayut Siwa Sampurna, Sesayut Puspa Dewa
- Sesayut Pebersihan, Sesayut Sidapurna, Sesayut Sidakarya
- Banten jejauman alit, Banten pedudusan alit
- Pengulapan, prayascita, bayekawonan
d. Upakara Dihadapan Daksina Pelinggih (Hyang Pitara)
- Pejati, suci
- Saji tarpana
- Ajuman putih kuning
- Pesucian dan rantasan putih kuning
TATACARA PELAKSANAANNYA
Sesampainya dari segara dan tiba di lebuh (pintu gerbang), keluarga di rumah
menghaturkan segehan di lebuh di hadapan yang mengusung Daksina Pelinggih.
Kemudian langsung menuju pemerajan, dan Daksina tersebut distanakan
(dilinggihkan) di piasannya.
Selanjutnya, pemimpin upacara menyelesaikan upacara penilapatian hingga tuntas.
Setelah itu, sanak keluarga mengusung Daksina tersebut lengkap dengan penuntunnya,
berjalan mengelilingi Sanggah Kemulan searah jarum jam (purwa daksina) sebanyak
tiga kali. Saat berada di depan pelinggih, Daksina diayabkan ke arah rong kanan
(dari sisi pengusung, bukan dari sisi pelinggih) untuk laki-laki, dan ke rong
kiri untuk perempuan, disertai dengan tetabuhan.
Setelah proses mepurwa daksina selesai, sarana-sarana dari Daksina Pelinggih
dibakar di atas dulang tanah atau sesenden di hadapan Sanggah Surya. Abu yang
dihasilkan digerus (uyeg) dan disiram dengan tirtha pemralinan. Setelah rata,
sanak keluarga melakukan macecedek pada selaning lelata.
Abu yang telah digerus kemudian dimasukkan ke dalam bungkak kelapa gading yang
telah dibuang airnya. Di dalam bungkak dituliskan aksara suci Ongkara Mula
(tanpa tedong), serta dimasukkan kwangen berisi 11 kepeng pis bolong. Bungkak
ditutup, dibungkus kain putih, diikat, dan ditempel kwangen sebagai mukanya.
Bungkak tersebut kemudian ditanam di belakang pelinggih kemulan, menandai
selesainya upacara Nilapati.
Komentar
Posting Komentar