Langsung ke konten utama

Susunan Bunga Puspa Lingga: Simbol Atma Lingga dalam Upacara Atma Wedana

Susunan Bunga Puspa Lingga: Simbol Atma Lingga dalam Upacara Atma Wedana

Oleh : Ida Bagus Ngurah Semara Manuaba

Dalam khazanah ritual Hindu Bali, setiap sarana upacara tidak pernah hadir begitu saja tanpa makna. Semua tersusun melalui simbol, tatwa, dan kearifan turun-temurun yang diwariskan oleh para leluhur. Salah satu sarana yang paling sarat makna dalam upacara atma wedana atau atma pratista adalah puspa lingga, rangkaian bunga yang tidak hanya indah dipandang, tetapi juga memuat simbol filosofi mendalam tentang perjalanan atma menuju penyucian dan penyatuan dengan sumbernya.

“Puspa” berarti bunga, lambang keharuman dan kesucian, sementara “lingga” adalah simbol purusa, kekuatan Sang Hyang Widhi dalam wujud paling halus yang tidak terbayangkan oleh indra manusia. Ketika keduanya digabung menjadi “puspa lingga”, ia menjadi perlambang dari atma lingga, yaitu perwujudan roh atau jiwa manusia yang sedang diupacarai, khususnya dalam atma wedana sebagai penyucian roh setelah pengabenan, maupun dalam atma pratista sebagai proses penyatuan roh dengan tempat suci.

Susunan puspa lingga tidak pernah sembarangan, melainkan melalui tatanan yang sarat dengan simbol lapisan kosmologi. Setiap bunga yang ditata dari bawah hingga ke atas menyimbolkan tingkatan kesucian yang harus ditempuh oleh atma dalam perjalanan menuju moksha.

Susunannya adalah sebagai berikut:

Bunga tunjung diletakkan paling bawah, melambangkan dasar kehidupan dan kedudukan bumi yang menopang segalanya. Tunjung, yang sering dikenal sebagai teratai, juga merupakan simbol lahirnya kesadaran dari lumpur dunia menuju cahaya.

Di atas bunga tunjung ditata bunga sulasih, lambang kasih sayang, cinta kasih, dan kelembutan yang menjadi pengantar perjalanan atma.

Di atas sulasih diletakkan bunga ratna, simbol keindahan batin, kemuliaan, dan sinar kebijaksanaan.

Di atas ratna ditata bunga midori, bunga hijau segar yang melambangkan kesejukan, keselarasan, dan kesucian jiwa.

Di atas midori diletakkan padang lepas, rumput berwarna cerah yang melambangkan kebebasan dan keluasan, tanda bahwa atma telah melepaskan ikatan duniawi.

Paling atas adalah bunga bangsah buah, bunga dengan karakter khusus yang melambangkan puncak pencapaian, buah dari perjalanan spiritual atma, sekaligus simbol penyatuan dengan Sang Hyang Widhi.

Jika diperhatikan, susunan ini membentuk semacam lingga bunga yang menjulang, seakan menjadi tangga simbolik bagi atma. Dari dasar tunjung yang mengakar di dunia, naik setahap demi setahap, hingga mencapai puncak yang merupakan penyatuan tertinggi. Setiap bunga adalah jenjang, setiap warna adalah vibrasi, dan setiap aroma adalah doa yang terangkat menuju alam niskala.

Dalam upacara atma wedana, puspa lingga ditempatkan sebagai inti dari prosesi penyucian roh. Ia menjadi simbol pengganti wujud atma yang tidak terlihat oleh mata. Dengan puspa lingga, keluarga seolah memiliki media konkret untuk memuliakan roh leluhur, membimbingnya secara simbolis melalui doa, mantra, dan yadnya. Sementara dalam atma pratista, puspa lingga menjadi lambang bahwa roh leluhur telah mencapai tahap penyucian, siap dipratisthakan atau ditetapkan pada sanggah atau merajan sebagai dewa pitara yang disembah dan dihaturkan bhakti.

Makna puspa lingga juga dapat dilihat sebagai pengingat bagi umat yang masih hidup. Susunan bunga itu seakan menuntun kita bahwa perjalanan manusia tidak berhenti di dunia semata. Kehidupan adalah kesempatan untuk menanam tunas kasih, keindahan, kesucian, hingga pada akhirnya mencapai kebebasan sejati. Dengan kata lain, puspa lingga bukan hanya sarana upacara bagi yang telah meninggal, tetapi juga cermin spiritual bagi mereka yang masih menjalani kehidupan.

Kehadiran puspa lingga menjadikan upacara atma wedana lebih dari sekadar ritual, melainkan sebuah karya seni spiritual yang memadukan filosofi, keindahan, dan bhakti. Bunga yang harum menjadi bahasa doa, susunannya menjadi simbol kosmologi, dan keseluruhannya adalah lingga bunga, lingga kehidupan, sekaligus lingga atma yang menuju kembali pada Sang Pencipta.

Dengan demikian, puspa lingga adalah lambang penyucian roh, pengingat bagi umat manusia, sekaligus simbol keindahan perjalanan atma dari dunia menuju moksha. Ia adalah kesaksian bahwa Hindu Bali tidak pernah memisahkan seni dari spiritualitas, karena keduanya adalah jalan menuju kesempurnaan bhakti.

Komentar

Postingan Populer

Pediksan di desa Karangsuwung Tembuku Bangli

U

Tirtayatra PHDI KAB BANGLI. Madura, Kenjeran Bromao

Piodalan di Pura Pesraman Dharmawasita Capung Mas Ubud Gianyar Bali

Paruman Mawosang Karya Ring Pelinggih Ida Betara Siwa Budha Pesaraman Dharmawasita Mas Ubud

Dharama Santhi Dharmopadesa di Pesraman Dharma wasita Mas Ubud