Nafas dan Rahasia Om dalam Hindu Bali
Oleh : Ida Bagus Ngurah Semara M.
Sejak manusia lahir, sebelum telinga mendengar suara, sebelum mulut mengeluarkan tangisan, bahkan sebelum kesadaran akan dunia hadir, ada sesuatu yang datang mendahului segalanya: nafas. Tarikan awal itu bukan sekadar udara yang masuk, melainkan pertanda bahwa atma telah bersatu dengan jasad. Pada hela pertama itu sesungguhnya sudah terucap sebuah mantra, mantra yang paling tua dan paling suci: Om.
Om bukan sekadar bunyi. Ia adalah getaran semesta, denyut awal dari segala ciptaan, gema yang tidak pernah padam. Dalam Hindu Bali, Om disebut pranava mantra, mantra yang menyatu dengan prana, daya hidup yang mengalir bersama nafas. Ia tidak perlu dicari jauh-jauh, karena sejak kita lahir sudah bersemayam di dalam diri. Sebagaimana diuraikan dalam Mandukya Upanisad: “Om ity etad akṣaram idam sarvam. Tasyo’py etasya vācakaḥ ātmā” — Om adalah aksara suci yang meliputi segalanya, dan ia adalah penunjuk dari Sang Atma itu sendiri.
Jika kita memperhatikan dengan hening, setiap tarikan dan hembusan nafas sejatinya adalah pengucapan Om. Ketika nafas ditarik, aksara A hadir. Ia melambangkan awal, penciptaan, sebagaimana Dewa Brahma menata dunia. Saat nafas berhenti sejenak dalam jeda, aksara U berdiam. Ia adalah keseimbangan, pemeliharaan, sebagaimana Dewa Wisnu menjaga keberlangsungan semesta. Dan ketika nafas dilepaskan, aksara M mengalir keluar. Ia adalah pelepasan, peleburan, sebagaimana Dewa Siwa melarutkan segalanya kembali pada asalnya. Demikianlah A, U, dan M senantiasa bergema di dalam diri manusia, menjadi siklus kehidupan itu sendiri: Upethi, sthiti, pralina — penciptaan, pemeliharaan, dan peleburan.
Para leluhur kita telah menegaskan hal ini sejak dahulu. Sarasamuccaya menyebutkan: “Apanapana prana prana, ikang anggena mijil mangkana, pranawa ngaranya, Om iti nama” — tarikan dan hembusan nafas, itulah jalan keluarnya kehidupan, itulah yang disebut pranawa, yaitu Om namanya. Om bukan hanya mantra yang diucapkan di bibir, melainkan mantra yang kita hidupi. Ia berdetak bersama jantung, ia berhembus bersama nafas.
Namun, kebanyakan manusia hidup tanpa pernah menyadari rahasia ini. Nafas berjalan, tetapi jiwanya tertidur. Ia mencari Tuhan di luar dirinya, padahal Tuhan begitu dekat, bahkan sedekat nafas yang keluar masuk tanpa henti. Seandainya manusia mau hening sejenak, memperhatikan tarikan, jeda, dan hembusan, ia akan menemukan bahwa setiap tarikan adalah doa, setiap jeda adalah pemeliharaan, dan setiap hembusan adalah penyerahan.
Dan pada titik paling sunyi, di antara tarikan dan hembusan, tersimpan rahasia yang tidak bisa dijelaskan oleh kata, tidak bisa dijangkau oleh logika. Di sana semua dualitas lenyap. Tidak ada lagi aku dan engkau, tidak ada dunia dan akhirat, tidak ada awal dan akhir. Yang ada hanyalah satu: kehadiran-Nya yang meliputi segalanya. Seperti disebut dalam Tattwa Jñana, Om adalah sari dari seluruh Veda, suara awal dari segala yang ada, getaran yang senantiasa hadir dalam nafas.
Maka marilah kita kembali ke nafas. Jangan buru-buru menguasainya, cukup rasakan kehadirannya. Tarik nafas dan sadari aksara A, tahan sejenak dan dengarkan U yang menjaga keseimbangan, lalu lepaskan dengan penuh pasrah dalam M. Dalam kesadaran itu, Om tidak lagi hanya mantra yang dilafalkan, tetapi mantra yang hidup, bernafas bersama kita.
Nafas adalah pintu, Om adalah kuncinya. Dan siapa yang berani mengetuk pintu itu dengan hening, akan dibawa masuk ke ruang terdalam, ruang sunyi yang paling murni, tempat Ida Sang Hyang Widhi Wasa hadir sepenuhnya. Di sana, Ia tidak lagi dipanggil, karena Ia telah nyata bersemayam di dalam diri.
Komentar
Posting Komentar