Langsung ke konten utama

Tuhan itu Siapa

Tuhan Itu Siapa

Oleh : Ida Bagus Ngurah Semara Manuaba

Tuhan itu siapa?

Pertanyaan itu bagaikan desir angin malam yang menyentuh hati, lembut namun menusuk jauh ke dalam kesadaran. Pertanyaan itu seakan tak pernah usang, terus berulang di setiap zaman, di setiap lidah, di setiap dada yang bergetar mencari makna. Sejak manusia pertama kali menatap langit bertabur bintang, sejak ia mendengar gemuruh ombak yang tak pernah berhenti, sejak ia merasa sepi di tengah keramaian, sejak itulah ia bertanya: siapakah yang meliputi segalanya ini?

Ada yang menjawab dengan cahaya. Lalu mereka menatap sinar mentari, gemerlap bintang, kilau api, dan berkata: inilah Tuhan. Ada yang menjawab dengan suara. Mereka mendengar gemericik air, nyanyian burung, bisikan gaib di keheningan, lalu berkata: inilah suara Tuhan. Ada yang menjawab dengan wujud. Mereka membangun patung, menumpuk harta, menegakkan kuasa, lalu menyembahnya sebagai Tuhan. Namun semua itu hanyalah bayangan. Cahaya bisa redup, suara bisa lenyap, wujud bisa hancur. Jika Tuhan adalah itu semua, maka Tuhan pun akan sirna. Tetapi hati manusia menolak, karena ada sesuatu yang tak bisa hilang, sesuatu yang tetap ada meski semua lenyap.


Kenalilah dirimu, demikian pesan para bijak yang datang dari zaman ke zaman. Sebab siapa yang mengenal dirinya, ia mengenal Tuhannya. Namun mengenal diri bukan hanya menyebut nama, asal-usul, atau rupa. Mengenal diri adalah menyelam ke samudra batin, menyingkap lapisan demi lapisan, hingga kita menemukan apa yang sebenarnya kita sembah. Banyak manusia menuhankan tubuh, lalu tubuh itu rapuh. Banyak manusia menuhankan harta, lalu harta itu meninggalkan. Banyak manusia menuhankan energi, lalu energi itu berubah-ubah. Tetapi siapa yang mengenal dirinya lebih dalam, ia akan tahu bahwa Tuhan adalah kesadaran itu sendiri—kecerdasan yang menata, kasih yang melingkupi, rahasia yang tak pernah usai.

Bayangkanlah air yang turun dari puncak gunung. Ia mengalir tanpa tergesa, melewati batu-batu, jatuh menjadi air terjun, kemudian menyatu kembali sebagai sungai yang panjang. Kadang ia jernih, kadang ia keruh, kadang ia tertahan di genangan, kadang ia terbagi menjadi cabang kecil. Namun apa pun bentuknya, ia tak pernah berhenti menuju laut. Demikianlah jiwa manusia dalam pencariannya. Kita mungkin tersesat, tergelincir, terbawa arus keserakahan atau ego, tetapi pada akhirnya, kita tetap pulang kepada samudra-Nya.

Tuhan itu siapa?  Ia adalah rahasia yang lebih halus dari bisikan angin, lebih lembut dari cahaya bulan, lebih dekat daripada urat nadi. Ia adalah kasih yang tak pernah menolak, bahkan ketika manusia berpaling. Ia adalah cahaya yang tak pernah padam, meski manusia sering menutup matanya. Ia adalah keheningan yang tetap ada, meski manusia menutupinya dengan ribuan suara.

Seperti matahari yang tetap bersinar bagi mereka yang mencintai maupun yang membenci, Tuhan pun tetap hadir bagi mereka yang mengingat maupun yang melupakan. Seperti bumi yang tetap menopang langkah manusia meski sering dilukai, Tuhan pun tetap menopang setiap jiwa meski sering diabaikan. Seperti udara yang terus memberi kehidupan meski tak pernah dipuji, Tuhan pun terus memberi napas meski jarang disyukuri.

Maka mungkin Tuhan tak perlu didefinisikan, karena definisi hanyalah kotak kecil yang tak mampu menampung samudra. Tuhan adalah pengalaman, adalah kesadaran, adalah getar rasa yang muncul ketika hati merendah dan jiwa berpasrah. Ia bukan sekadar nama untuk diperdebatkan, melainkan rahasia yang harus dihayati. Ia bukan sekadar tujuan doa, melainkan jiwa doa itu sendiri. Ia bukan sekadar objek sembah sujud, melainkan denyut kehidupan dalam setiap tarikan napas.

Dan pada akhirnya, kita pun akan memahami. Bahwa pertanyaan “Tuhan itu siapa?” bukanlah sesuatu yang harus segera dijawab. Ia adalah jalan. Ia adalah nyanyian rindu yang membuat manusia terus mencari. Ia adalah api yang membuat manusia terus berjalan, meski jalannya panjang. Ia adalah cahaya yang menuntun, meski sering terhalang kabut. Biarlah pertanyaan itu tetap hidup, sebab dalam hidupnya pertanyaan itu, jiwa kita akan terus tumbuh.

Tuhan itu siapa? Ia adalah samudra tempat segala sungai berakhir. Ia adalah rumah tempat segala jiwa pulang. Ia adalah rahasia yang tak pernah selesai, tetapi justru karena itu manusia tak pernah berhenti mencintai, mencari, dan akhirnya menemukan bahwa sejak awal, Ia tak pernah jauh, tak pernah pergi, tak pernah meninggalkan. Ia ada, selalu ada, di dalam, di luar, di segala, di kita.

Komentar

Postingan Populer

Pediksan di desa Karangsuwung Tembuku Bangli

U

Tirtayatra PHDI KAB BANGLI. Madura, Kenjeran Bromao

Piodalan di Pura Pesraman Dharmawasita Capung Mas Ubud Gianyar Bali

Paruman Mawosang Karya Ring Pelinggih Ida Betara Siwa Budha Pesaraman Dharmawasita Mas Ubud

Dharama Santhi Dharmopadesa di Pesraman Dharma wasita Mas Ubud