Bhisama Danghyang Nirartha Oleh: Semara Manua. IBN Dalam sejarah perjalanan suci penyebaran Dharma di Bali, nama Danghyang Nirartha bersinar bagaikan cahaya terang di tengah gelapnya zaman peralihan. Beliau bukan hanya seorang pendeta pengembara (dharmaduta), tetapi juga seorang revolusioner spiritual yang mewariskan ajaran mendalam, tertata dalam kesadaran, bukan kemegahan. Jejak beliau tidak hanya meninggalkan pura-pura suci dan karya sastra keagamaan, tetapi juga bhisama, yaitu wasiat suci yang ditujukan khusus kepada para keturunannya. Salah satu bhisama beliau yang paling dikenal adalah larangan memuja pratima — bentuk perwujudan Tuhan dalam arca, batu, atau benda fisik lainnya. Mengapa Pratima Tidak Diperkenankan? Bhisama ini bukanlah penolakan terhadap ajaran Hindu yang menerima pratima sebagai sarana pemujaan, melainkan penekanan pada kesadaran spiritual yang melampaui bentuk. Bagi keturunan Danghyang Nirartha, Tuhan dipuja sebagai Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud Nirguna Brahman— Tuhan yang tak berbentuk, tak terdefinisi, dan hanya terjangkau melalui keheningan batin dan kejernihan jiwa. Oleh karena itu, pemujaan hanya diperkenankan di hadapan Padmasana, bukan pratima. Padmasana adalah simbol kesucian tertinggi, lambang kekosongan agung (sunya) sebagai tempat bersemayamnya Tuhan yang transenden, tanpa rupa dan tanpa wujud. Padmasana sebagai Wahana Kesadaran Murni Dalam ajaran beliau, Padmasana bukan sekadar pelinggih, melainkan tangga menuju pemahaman keesaan Tuhan. Di sinilah pembeda antara pemujaan berbasis simbol fisik (saguna) dan penyatuan kesadaran (advaita). Umat diajak untuk tidak terjebak pada wujud benda, tetapi melebur dalam vibrasi ilahi yang tak terbatas. Bhisama ini juga menegaskan bahwa keturunan beliau tidak diperbolehkan sembahyang di pura tanpa Padmasana, karena hanya Padmasana yang secara simbolis mengarah pada pemujaan Tuhan dalam wujud Nirguna. Makna Bhisama yang Mendalam Larangan ini mengandung ajaran halus namun dalam: 1. Tuhan tidak memerlukan perantara bentuk. 2. Persembahan tertinggi adalah kesadaran hening, hati tulus, dan pikiran terang — inilah yadnya yang utama. 3. Penolakan terhadap materialisme spiritual, di mana nilai kesucian sering diukur dari kemegahan upacara, bukan kebeningan jiwa. Di era konsumtif saat ini, bhisama ini menjadi pengingat: "Raga pinaka pratima, idep pinaka upacara"(Tubuh adalah pratima, pikiran suci adalah upacara). Melestarikan Warisan Kesadaran Bagi keturunan Danghyang Nirartha, mematuhi bhisama ini adalah: Penghormatan kepada leluhur sekaligus penjagaan kemurnian ajaran. -Jawaban atas modernitas yang penuh simbol dan formalitas, dengan mengajak kembali ke hakikat: Tuhan hadir dalam kesunyian dan kesadaran tak terucap. Penutup: Ajakan untuk Hidup dalam Kesadaran Warisan Danghyang Nirartha bukan sekadar doktrin, tetapi undangan untuk: Menempuh yadnya dalam keheningan batin. Memuja Tuhan dalam ketakterjangkauan-Nya, yang hanya bisa dipeluk oleh hati, bukan mata. "Dalam diam, kita menemukan-Nya; dalam kesadaran, kita menyatu dengan-Nya." ------
Bhisama Danghyang Nirartha
Oleh: Semara Manua. IBN
Dalam sejarah perjalanan suci penyebaran Dharma di Bali, nama Danghyang Nirartha bersinar bagaikan cahaya terang di tengah gelapnya zaman peralihan. Beliau bukan hanya seorang pendeta pengembara (dharmaduta), tetapi juga seorang revolusioner spiritual yang mewariskan ajaran mendalam, tertata dalam kesadaran, bukan kemegahan. Jejak beliau tidak hanya meninggalkan pura-pura suci dan karya sastra keagamaan, tetapi juga bhisama, yaitu wasiat suci yang ditujukan khusus kepada para keturunannya. Salah satu bhisama beliau yang paling dikenal adalah larangan memuja pratima — bentuk perwujudan Tuhan dalam arca, batu, atau benda fisik lainnya.
Mengapa Pratima Tidak Diperkenankan?
Bhisama ini bukanlah penolakan terhadap ajaran Hindu yang menerima pratima sebagai sarana pemujaan, melainkan penekanan pada kesadaran spiritual yang melampaui bentuk. Bagi keturunan Danghyang Nirartha, Tuhan dipuja sebagai Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud Nirguna Brahman— Tuhan yang tak berbentuk, tak terdefinisi, dan hanya terjangkau melalui keheningan batin dan kejernihan jiwa.
Oleh karena itu, pemujaan hanya diperkenankan di hadapan Padmasana, bukan pratima. Padmasana adalah simbol kesucian tertinggi, lambang kekosongan agung (sunya) sebagai tempat bersemayamnya Tuhan yang transenden, tanpa rupa dan tanpa wujud.
Padmasana sebagai Wahana Kesadaran Murni
Dalam ajaran beliau, Padmasana bukan sekadar pelinggih, melainkan tangga menuju pemahaman keesaan Tuhan. Di sinilah pembeda antara pemujaan berbasis simbol fisik (saguna) dan penyatuan kesadaran (advaita). Umat diajak untuk tidak terjebak pada wujud benda, tetapi melebur dalam vibrasi ilahi yang tak terbatas.
Bhisama ini juga menegaskan bahwa keturunan beliau tidak diperbolehkan sembahyang di pura tanpa Padmasana, karena hanya Padmasana yang secara simbolis mengarah pada pemujaan Tuhan dalam wujud Nirguna.
Makna Bhisama yang Mendalam
Larangan ini mengandung ajaran halus namun dalam:
1. Tuhan tidak memerlukan perantara bentuk.
2. Persembahan tertinggi adalah kesadaran hening, hati tulus, dan pikiran terang — inilah yadnya yang utama.
3. Penolakan terhadap materialisme spiritual, di mana nilai kesucian sering diukur dari kemegahan upacara, bukan kebeningan jiwa.
Di era konsumtif saat ini, bhisama ini menjadi pengingat: "Raga pinaka pratima, idep pinaka upacara"(Tubuh adalah pratima, pikiran suci adalah upacara).
Melestarikan Warisan Kesadaran
Bagi keturunan Danghyang Nirartha, mematuhi bhisama ini adalah:
Penghormatan kepada leluhur sekaligus penjagaan kemurnian ajaran.
-Jawaban atas modernitas yang penuh simbol dan formalitas, dengan mengajak kembali ke hakikat: Tuhan hadir dalam kesunyian dan kesadaran tak terucap.
Penutup: Ajakan untuk Hidup dalam Kesadaran
Warisan Danghyang Nirartha bukan sekadar doktrin, tetapi undangan untuk:
Menempuh yadnya dalam keheningan batin.
Memuja Tuhan dalam ketakterjangkauan-Nya, yang hanya bisa dipeluk oleh hati, bukan mata.
"Dalam diam, kita menemukan-Nya; dalam kesadaran, kita menyatu dengan-Nya."
------
Komentar
Posting Komentar