Langsung ke konten utama

SABDA TANMATRA: GETARAN AWAL SEMESTA

SABDA TANMATRA: GETARAN AWAL SEMESTA

Oleh: Ida Bagus Ngurah Semara Manuaba

Bayangkan sebuah ruang yang tampak kosong, tetapi sejatinya tidak pernah benar-benar hampa. Ia berdenyut, bergetar, dan menjadi sumber dari segala manifestasi bentuk. Para ilmuwan fisika kuantum menyebutnya sebagai field of energy — medan kuantum yang terus berfluktuasi — sementara dalam filsafat Sāṃkhya disebut sebagai Prakṛti, yang tersusun atas tiga kekuatan dasar: Sattva, Rajas, dan Tamas.

Dua pandangan ini, meskipun lahir dari zaman dan budaya yang berbeda, sejatinya berbicara tentang satu realitas: getaran yang melahirkan seluruh wujud.


Dalam Sāṃkhya Kārikā karya Īśvarakṛṣṇa dijelaskan:


> “Prakṛtiḥ triguṇātmikā, vikṛtiḥ pañcaviṃśatiḥ.”

(Sāṃkhya Kārikā, 3)

Prakṛti memiliki tiga guna (Sattva, Rajas, Tamas), dan darinya lahir dua puluh lima unsur (tattva).


Artinya, seluruh jagat raya berasal dari satu sumber halus yang bergetar dalam tiga sifat dasar. Dalam bahasa modern, getaran ini dapat dianalogikan dengan fluktuasi kuantum yang melahirkan partikel dan energi. Fisika kuantum mengajarkan bahwa segala sesuatu pada dasarnya adalah energi yang bergetar; materi hanyalah energi yang melambat hingga tampak padat.


Dalam Bhagavad Gītā (XIV.5), Śrī Kṛṣṇa bersabda:


> “Sattvaṃ rajas tama iti guṇāḥ prakṛti-sambhavāḥ, nibadhnanti mahā-bāho dehe dehinam avyayam.”

(Tiga guna: Sattva, Rajas, dan Tamas, yang lahir dari Prakṛti, mengikat jiwa yang kekal pada badan jasmani.)


Kutipan ini menegaskan bahwa ketiga guna tersebut tidak hanya bekerja di alam semesta, tetapi juga dalam kesadaran manusia. Ketika Rajas mendominasi, muncul aktivitas dan perubahan; ketika Tamas menguasai, timbul kegelapan atau inersia; sedangkan Sattva melahirkan kejernihan dan keseimbangan.

Inilah hukum getaran yang sama, namun terjadi dalam dimensi psikologis dan spiritual.


Fisika kuantum pun menemukan bahwa kesadaran pengamat dapat memengaruhi hasil pengamatan. Dalam eksperimen “double-slit”, partikel berperilaku berbeda ketika disadari oleh pengamat. Hal ini sejajar dengan konsep Puruṣa dalam Sāṃkhya — kesadaran murni yang tidak aktif, namun kehadirannya membuat Prakṛti (alam) berfungsi.

Sebagaimana dijelaskan dalam Sāṃkhya Kārikā (19):


> “Dṛṣṭā dṛśyoparaktam manasā dṛṣṭi darśanam.”

Kesadaran (Puruṣa) hanyalah saksi terhadap kerja-kerja alam (Prakṛti).


Jika fisika kuantum menyebut “pengamat” (observer) sebagai penentu bentuk realitas, maka Sāṃkhya menyebutnya “Puruṣa” — sang saksi yang membuat semesta menjadi sadar akan dirinya sendiri.


Dalam sistem Sāṃkhya, setiap bentuk materi berasal dari tanmātra, unsur halus dari panca mahābhūta: sabda (suara), sparśa (sentuhan), rūpa (bentuk), rasa (cita rasa), dan gandha (aroma). Tanmātra dapat disamakan dengan partikel subatomik dalam sains modern. Keduanya merupakan fase getaran halus sebelum menjadi bentuk kasar. Maka, baik dalam bahasa Weda maupun sains, seluruh ciptaan adalah getaran yang menurunkan dirinya menjadi rupa.


Sebagaimana diungkapkan dalam Ṛgveda X.129:


> “Na asat āsīt no sat āsīt tadānīṃ…”

“Pada awalnya tidak ada ada, tidak pula tiada; hanya ada satu yang bernafas tanpa udara oleh kekuatan-Nya sendiri.”


Ayat ini menggambarkan keadaan pra-penciptaan, di mana kesadaran kosmis menjadi satu-satunya getaran kehidupan. Para ilmuwan menyebutnya quantum vacuum energy, sedangkan para ṛṣi menyebutnya Puruṣa yang memandang Prakṛti.


Pandangan ini ditegaskan kembali dalam Chāndogya Upaniṣad (VI.2.1):


> “Sat eva somya idam agra āsīd ekam eva advitīyam.”

“Wahai anakku, pada awalnya hanyalah Ada (Sat) yang satu tanpa duanya.”


Dan dalam Taittirīya Upaniṣad (II.1):

> “Yato vā imāni bhūtāni jāyante, yena jātāni jīvanti, yat prayanty abhisaṃviśanti, tad vijijñāsasva, tad brahma.”

“Dari mana semua makhluk ini muncul, oleh apa mereka hidup, dan ke mana mereka kembali setelah lenyap — ketahuilah itu adalah Brahman.”


Kedua kutipan ini menegaskan bahwa seluruh ciptaan berakar dari satu realitas yang hidup — Brahman — yang dalam konteks Sāṃkhya adalah kesadaran murni, dan dalam fisika kuantum dapat diibaratkan sebagai medan energi universal.


Dengan demikian, Sāṃkhya dan fisika kuantum sesungguhnya berbicara dalam dua bahasa yang berbeda, namun menunjuk pada satu kebenaran yang sama: semesta ini adalah getaran kesadaran.

Ketika manusia memahami getaran itu dalam dirinya, ia menyadari bahwa Tuhan, alam, dan dirinya bukanlah tiga hal terpisah, melainkan satu arus energi dan kesadaran yang sama — Sat–Cit–Ānanda, keberadaan, kesadaran, dan kebahagiaan mutlak.


Komentar

Postingan Populer

Pediksan di desa Karangsuwung Tembuku Bangli

U

Tirtayatra PHDI KAB BANGLI. Madura, Kenjeran Bromao

Piodalan di Pura Pesraman Dharmawasita Capung Mas Ubud Gianyar Bali

Paruman Mawosang Karya Ring Pelinggih Ida Betara Siwa Budha Pesaraman Dharmawasita Mas Ubud

Dharama Santhi Dharmopadesa di Pesraman Dharma wasita Mas Ubud