Langsung ke konten utama

Getaran Rasa yang Menarik Jalan Hidup

Getaran Rasa yang Menarik Jalan Hidup

Oleh: Ida Bagus Ngurah Semara Manuaba

Yang kita rasakan itulah yang kita tarik. Kalimat ini sederhana, tetapi membawa kedalaman yang hanya bisa disentuh oleh mereka yang pernah hening dalam dirinya sendiri. Batin manusia adalah medan energi halus, jauh lebih lembut daripada apa yang dapat ditangkap oleh mata dan telinga. Dalam lontar Tutur Candrabherawa dijelaskan bahwa citta—getaran pikiran-perasaan—adalah pusat dari bening atau keruhnya jagat alit. Disana tertulis, “Citta nirmala ika  pawetuning jagat,” bahwa ketika batin jernih, dunia pun ikut menjadi jernih. Seolah-olah alam semesta menjawab apa yang kita pancarkan dari dalam diri.

Dalam ajaran Bhagavad Gita, manusia diingatkan bahwa arah hidup meningkat atau jatuh bukan ditentukan dari luar, tetapi dari kualitas pikirannya sendiri. Sloka 6.5 menegaskan, “Ātmanā hy ātmanam uddhared…”—bahwa setiap orang mengangkat ataupun menjatuhkan dirinya melalui kekuatan batinnya sendiri. Maka rasa yang ada dalam diri bukan sekadar perasaan; ia adalah daya tarik yang menentukan warna pengalaman hidup.

Para maharsi yang mengajarkan Yoga Sutra sudah sejak awal menyampaikan bahwa gerak pikiran menentukan arah kehidupan. Patanjali menulis, “Vṛttayaḥ pañcatayyaḥ kliṣṭā akliṣṭāḥ,” bahwa ada gerak pikiran yang membawa kedamaian dan ada yang membawa kekacauan. Getaran pikiran inilah yang menjadi magnet pengalaman: pikiran damai memanggil kedamaian, pikiran keruh memanggil kekisruhan, bukan karena hukum gaib, tetapi karena resonansi batin bekerja sebagaimana alam menggetarkan dawai yang sejenis.

Upaniṣad menegaskan lebih dalam lagi bahwa seluruh realitas adalah getaran kesadaran yang menyatu. Mandukya Upaniṣad menyatakan, “Sarvaṃ hy etad brahma”—segala sesuatu adalah Brahman. Bila alam ini adalah kesadaran yang bergetar, maka tidak mengherankan bila gelombang halus dari rasa manusia bertemu dengan gelombang luar yang nada dasarnya sama.

Ilmu modern kini perlahan mendekati ajaran leluhur ini. Ahli saraf seperti Richard Davidson menunjukkan bahwa emosi yang berulang membentuk jalur saraf yang menentukan cara kita melihat dunia. Ia menyebutnya, “Emotions shape the brain that shapes our world.” Emosi membentuk otak, dan otak membentuk dunia yang kita alami. Penelitian HeartMath menemukan bahwa hati manusia memancarkan medan elektromagnetik yang berubah sesuai kualitas perasaan. Ketika hati damai dan selaras, medan energi itu lebih kohesif dan menarik pengalaman yang juga selaras. Di fisika, prinsip resonansi mengatakan bahwa frekuensi yang sama akan saling mencari; sebuah jembatan ilmiah bagi kebijaksanaan yang sudah lama diajarkan oleh para rsi.

Psikologi modern menyebutnya emotional set point, titik rasa yang menetap dan menarik respons sosial yang serupa. 

Bila seseorang terbiasa gelisah, dunia tampak mengancam; bila seseorang terbiasa teduh, dunia tampak ramah. Semua dimulai dari dalam.

Itulah sebabnya menjaga rasa bukan soal kelembutan hati semata, tetapi sebuah tapa sederhana yang mengubah arah hidup. 

Batin yang damai tidak hanya menenangkan diri, tetapi juga menjadi magnet bagi kejernihan. Batin yang kacau tidak hanya melelahkan diri, tetapi juga menarik kekacauan lain, dan hidup terasa seperti lingkaran yang tidak kunjung selesai.

Pada akhirnya, alam semesta tidak sedang memilih-milih siapa yang ingin ia berikan jalan terang atau gelap. Ia hanya memantulkan gelombang yang kita pancarkan. Apa yang kita tarik dalam hidup bukanlah hadiah dari luar, tetapi gema dari isi kita sendiri. Maka bila ingin hidup berubah, sentuhlah rasa terlebih dahulu. Karena rasa adalah pintu energi, dan energi itulah yang menentukan arah perjalanan manusia.

Komentar

Postingan Populer

Pediksan di desa Karangsuwung Tembuku Bangli

U

Tirtayatra PHDI KAB BANGLI. Madura, Kenjeran Bromao

Piodalan di Pura Pesraman Dharmawasita Capung Mas Ubud Gianyar Bali

Paruman Mawosang Karya Ring Pelinggih Ida Betara Siwa Budha Pesaraman Dharmawasita Mas Ubud

Dharama Santhi Dharmopadesa di Pesraman Dharma wasita Mas Ubud