Rahasia Pikiran Bawah Sadar dan Pikiran Super Sadar
Oleh: Ida Bagus Ngurah Semara Manuaba
> “Manah eva manushyanam karanam bandhamokshayo.”
Pikiran adalah penyebab keterikatan sekaligus pembebasan manusia.
— Bhagavad Gita, VI.5
Pernahkah anda merasa ada sesuatu yang mengendalikan keputusan anda tanpa disadari? Sebuah dorongan halus yang muncul begitu saja — membuat anda berkata, “entah mengapa aku begini,” padahal logika tidak menemukan jawabannya.
Itulah kekuatan pikiran bawah sadar, wilayah senyap dalam diri yang menyimpan hampir sembilan puluh persen aktivitas mental manusia.
Di ruang batin itu tersimpan kebiasaan, emosi, trauma, dan keyakinan yang membentuk arah hidup seseorang. Rasa takut yang muncul tanpa sebab, kebiasaan yang sulit diubah, bahkan kecenderungan hidup yang terus berulang — semuanya berakar dari isi pikiran bawah sadar.
Pikiran bawah sadar bekerja seperti mesin autopilot. Ia menjalankan program yang kita tanam di dalamnya tanpa perlu perintah sadar. Bila yang tertanam adalah rasa cemas, maka seluruh langkah hidup diarahkan oleh ketakutan. Tetapi bila yang kita tanam adalah rasa syukur dan keyakinan, hidup akan berjalan dalam ketenangan dan keberlimpahan.
Kuncinya bukan melawan pikiran bawah sadar, melainkan menyadarinya. Menyelami apa yang tersembunyi di balik reaksi, keinginan, dan kebiasaan kita. Saat seseorang mulai memahami isi pikirannya sendiri, maka ia sedang belajar menjadi pengendali kehidupan, bukan sekadar penumpang dari arus kebiasaan masa lalunya.
Antahkarana Catur: Peta Kesadaran Manusia
Dalam ajaran Hindu, kesadaran manusia dijelaskan melalui Antahkarana Catur — empat alat batin yang bekerja secara halus di dalam diri:
Manas, pengatur indra dan keinginan,
Buddhi, kecerdasan penimbang benar dan salah,
Ahamkara, rasa “aku” yang membentuk identitas,
dan Citta, gudang kesan batin — inilah pikiran bawah sadar yang menyimpan jejak pengalaman masa lalu.
Citta adalah memori spiritual yang merekam seluruh kesan batin (samskara). Ketika seseorang terluka dan tidak menyembuhkan Citta-nya, maka luka itu akan menuntun hidupnya dalam bentuk ketakutan atau kemarahan. Namun ketika Citta dimurnikan melalui tapa, japa, meditasi, dan kesadaran, maka yang lahir adalah kejernihan dan kebijaksanaan.
Pikiran bawah sadar bukan musuh, melainkan guru yang diam. Ia menyimpan seluruh jejak perjalanan jiwa — bahkan melintasi batas kelahiran.
Hubungan Pikiran Bawah Sadar dengan Reinkarnasi
Dalam pandangan Hindu, tidak ada pengalaman yang benar-benar hilang. Setiap pikiran, perasaan, dan tindakan meninggalkan jejak halus di dalam Citta. Jejak inilah yang disebut samskara.
Ketika tubuh jasmani hancur, samskara tetap tersimpan sebagai getaran halus yang menyertai Atman. Maka lahirlah kembali tubuh baru yang sesuai dengan kualitas getaran tersebut.
Inilah hukum reinkarnasi (punarbhava): jiwa berpindah dari satu wadah ke wadah lain, membawa hasil dari pikiran bawah sadarnya.
Jika Citta dipenuhi kebencian, maka lahirnya pun dalam getaran serupa. Bila dipenuhi kasih dan kebijaksanaan, maka kelahiran berikutnya menjadi lebih terang.
Dengan kata lain, pikiran bawah sadar adalah jembatan antara satu kehidupan dengan kehidupan berikutnya.
Ia menyimpan semua pelajaran yang belum selesai, semua emosi yang belum disembuhkan, dan semua cinta yang belum tuntas. Karena itu, penyucian batin tidak hanya menentukan kehidupan sekarang, tetapi juga arah perjalanan jiwa di kehidupan yang akan datang.
Cara Menyucikan Pikiran Bawah Sadar Menurut Tattwa Hindu
1. Manacika Parisuddha: Menjernihkan Pikiran
Setiap niat, ucapan, dan tindakan hendaknya lahir dari pikiran yang bersih — bukan dari dendam atau iri hati. Pikiran yang jernih akan memancarkan vibrasi baik dan menenangkan gelombang bawah sadar. Dalam konteks modern, ini disebut mindfulness: menyadari apa yang kita pikirkan sebelum bereaksi.
2. Japa Mantra: Menanam Benih Baru dalam Citta
Japa bukan sekadar mengulang nama Tuhan, tetapi pemrograman ulang batin. Getaran mantra seperti Om Namah Shivaya atau Gayatri Mantra menembus lapisan bawah sadar, menggantikan pola lama dengan pola ilahi. Ia bekerja seperti cahaya yang masuk ke ruang bawah tanah — mengusir gelap dengan lembut.
3. Tapa Brata: Disiplin Menyadari Diri
Tapa bukan penyiksaan tubuh, tetapi latihan mengendalikan keinginan. Saat keinginan tidak dituruti, Citta belajar untuk tenang. Dari ketenangan itu lahirlah kesadaran sejati — manusia bukan budak pikirannya, melainkan pengemudi yang sadar akan arah.
4. Swadhyaya dan Satya: Menyinari Pikiran dengan Kebenaran
Merenungkan kitab suci dan menjalankan kebenaran adalah cara menerangi batin. Pengetahuan suci bekerja seperti matahari: ia tidak berdebat dengan gelap, cukup bersinar — dan gelap lenyap dengan sendirinya.
5. Bhakti dan Karma yang Suci
Rasa bhakti yang tulus — persembahan tanpa pamrih — adalah pembersihan paling lembut bagi bawah sadar. Setiap tindakan suci meninggalkan jejak cahaya dalam Citta, memperkuat vibrasi positif yang mengantarkan jiwa pada kelahiran yang lebih luhur.
Pikiran Super Sadar: Gerbang Menuju Atman
Di atas pikiran sadar dan bawah sadar, terdapat lapisan paling halus yang disebut pikiran super sadar — kesadaran suci yang bersumber langsung dari Atman.
Inilah keadaan Turiya, sebagaimana diajarkan dalam Mandukya Upanishad ayat 7:
> “Nā antaḥ-prajñaṃ na bahiḥ-prajñaṃ nobhayataḥ-prajñaṃ... śāntaṃ śivam advaitam caturtham manyante sa ātmā sa vijñeyaḥ.”
“Turiya bukan kesadaran luar, bukan kesadaran dalam, bukan pula keduanya. Ia tak terindra, tak terjangkau, tak terpikirkan. Ia adalah ketenangan, kebahagiaan, dan non-dua; itulah Atman, dan Dialah yang harus disadari.”
— Mandukya Upanishad, 7
Pikiran super sadar bukan lagi berpikir, tetapi menyadari. Ia melampaui dualitas suka dan duka, baik dan buruk. Dalam keadaan ini, manusia tidak lagi berkata “aku berpikir,” melainkan “kesadaran itu berpikir melalui diriku.”
Dari lapisan super sadar inilah kesadaran reinkarnatif mendapat arah. Jika pikiran bawah sadar menentukan kelahiran, maka pikiran super sadar menuntun pembebasan. Ia adalah kesadaran murni yang menembus siklus kelahiran dan kematian (samsara).
Ketika seseorang mampu mengakses super sadar melalui meditasi mendalam, ia dapat mengingat kehidupan sebelumnya, memahami karmanya, dan melihat arah evolusi jiwanya. Namun lebih dari itu, ia menemukan hakikat bahwa dirinya bukan kelahiran atau kematian, melainkan kesadaran abadi itu sendiri.
Kesadaran Sebagai Jalan Pulang
Perjalanan spiritual bukanlah ke luar, melainkan kembali ke dalam — ke dalam batin yang tenang, ke dalam Citta yang jernih, ke dalam ruang suci tempat Tuhan bersemayam.
Ketika pikiran bawah sadar telah disucikan, dan pintu super sadar terbuka, hidup pun menjadi doa yang berjalan.
Kata-kata menjadi mantra, langkah menjadi persembahan, dan napas menjadi jembatan antara manusia dan semesta.
Di situlah manusia benar-benar pulang — bukan ke tempat, melainkan ke keadaan:
keadaan menyatu dengan kedamaian, dengan kesadaran Brahman itu sendiri.
---------
Catatan Pustaka:
1. Bhagavad Gita, VI.5 — “Manah eva manushyanam karanam bandhamokshayo.”
2. Mandukya Upanishad, ayat 7 — penjelasan tentang Turiya sebagai kesadaran keempat.
3. Yoga Sutra Patanjali, I.2 — “Chitta vritti nirodhah”, diamnya gelombang pikiran sebagai jalan menuju pembebasan.
Komentar
Posting Komentar