Langsung ke konten utama

SAAT HENING BERBICARA

SAAT HENING BERBICARA


Pendahuluan: Mengingat Kembali Jati Diri

Dalam perjalanan hidup, kadang seseorang merasa sudah menjalani banyak hal—sembahyang, ritual, upacara—namun kedamaian belum benar-benar tiba. Ada ruang hening di dalam diri yang belum disentuh. Kita berlari dari satu yadnya ke yadnya lain, tetapi tidak selalu berhenti untuk memahami apa yang bergerak di dalam batin.

Kearifan Hindu Bali sejatinya sudah menuntun manusia untuk tidak kehilangan jati diri. Ajaran tentang Antahkarana Catur, prana, serta kedalaman manah sering kali lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari daripada yang disadari. Ilmu modern seperti neurosains kini justru memperkuat apa yang telah lama diwariskan para leluhur.

Di titik pertemuan inilah, sains dan dharma tidak saling meniadakan, melainkan saling menerangi.[¹]


Antahkarana Catur: Peta Batin yang Selalu Relevan

Empat instrumen batin yang dijelaskan dalam ajaran Hindu bukan sekadar istilah kuno, tetapi gambaran nyata mekanisme batin manusia:

  • Manas – bagian pikiran yang merespons cepat terhadap rangsangan

  • Buddhi – bagian yang mempertimbangkan dan membedakan

  • Ahamkara – rasa “aku” yang menciptakan identitas

  • Citta – gudang memori bawah sadar

Keempatnya bekerja setiap saat, bahkan ketika kita tidak sadar.

Contoh konkret:

Seorang ibu berniat untuk tidak marah lagi kepada anaknya. Namun ketika anak memecahkan gelas, Manas langsung bereaksi. Ahamkara mengingatkan bahwa dirinya adalah “orang tua yang harus dihormati”. Lalu Citta mengeluarkan rekaman lama tentang pernah dimarahi keras saat kecil. Buddhi yang seharusnya memberi pertimbangan menjadi kalah oleh reaksi emosi.

Fenomena ini umum terjadi. Bukan karena seseorang tidak baik, tetapi karena batin berjalan di jalur lama yang belum dibersihkan.


Neurosains dan Pikiran: Sains Menjelaskan Apa yang Sudah Diajar Leluhur

Neurosains menyebut bahwa sistem otak manusia terdiri dari pusat perencanaan (prefrontal cortex), pusat emosi (amigdala), dan pusat memori (hippocampus). Ketiganya bekerja dengan cara yang sangat mirip dengan Antahkarana Catur.[²]

Ketika seseorang marah, kecewa, atau tersinggung, amigdala mengambil kendali. Ketika seseorang tenang dan sadar, prefrontal cortex lebih dominan. Saat luka lama muncul, hippocampus membuka memori yang tidak disadari.

Contoh konkret:

Di kantor, seorang pegawai dimarahi atasan. Padahal atasan hanya mengingatkan, tetapi amigdala membacanya sebagai ancaman. Memori masa kecil terbawa. Tubuh bereaksi lebih cepat daripada logika.

Latihan meditasi, japa, atau sekadar jeda napas membantu Buddhi tetap menyala. Sains menyebut ini sebagai proses down-regulation respons stres.[³]


Banten, Prana, dan Kehidupan: Ketika Simbol Menjadi Kesadaran

Dalam tradisi Bali, banten bukan sekadar “alat upacara”, tetapi bahasa energi. Benda yang mengalirkan prana—bunga segar, daun hijau, air, beras, benang kapas—dipilih karena mampu menghantarkan getaran kehidupan.

Benda mati atau sintetis tidak membawa kualitas itu. Plastik, misalnya, tidak mampu menjadi penghantar energi. Secara material ia beku; secara spiritual ia tidak memiliki prana. Kearifan serupa ditemukan di Thailand melalui benang faizin yang digunakan untuk mengalirkan doa; sains menyebut bahan organik memiliki struktur biofelt yang mampu menyimpan dan memantulkan energi halus.[⁴]

Contoh konkret:

  • Bunga segar memancarkan aroma kehidupan; bunga plastik hanya memantulkan cahaya.

  • Daun hijau penuh prana; janur yang diawetkan kehilangan kehidupan alaminya.

  • Benang kapas menghantarkan vibrasi; benang sintetis memutus aliran halus.

Banten hanya menjadi sarana jika prana di dalamnya masih utuh. Dan prana hanya hadir pada apa yang masih hidup.


Yadnya yang Semarak: Jangan Hilang Roh-Nya

Di Bali, yadnya hari ini semakin megah. Odalan, piodalan, dan upacara lain berlangsung dengan semarak. Namun semarak bukan tujuan. Bahkan dalam Bhagavad Gita dijelaskan bahwa yadnya sejati lahir dari kesadaran, bukan dari besarnya materi.[⁵]

Ketika yadnya menjadi formalitas tanpa rasa, makna yang sebenarnya menghilang seperti asap dupa terbawa angin.

Contoh konkret:

  • Seseorang membawa banten lengkap, tetapi emosi meledak saat berebut parkiran.

  • Seseorang mengikuti piodalan dengan khusyuk, tetapi membuang sampah plastik ketika pulang.

  • Seseorang memohon kelembutan, tetapi masih berbicara kasar kepada keluarganya.

Ini bukan kesalahan siapa pun. Ini hanya tanda bahwa manusia perlu kembali mengingat jantung dari yadnya: kesadaran.


Tri Pramana: Martabat Manusia dalam Kesadaran

Manusia memiliki tiga kekuatan yang tidak dimiliki makhluk lain:

  • Bayu – tenaga untuk bertindak

  • Sabda – kemampuan mengungkapkan

  • Idep – kemampuan memahami dan membedakan

Ketiganya menjadikan manusia bukan hanya pelaku ritual, tetapi penjaga keseimbangan alam.

Contoh konkret:

  • Mengurangi plastik adalah wujud bhuta yadnya yang paling sederhana.

  • Tidak menebang pohon sembarangan adalah bentuk penghormatan terhadap kehidupan.

  • Menghemat air adalah persembahan nyata bagi sumber kehidupan.

Alam bukan sesuatu yang berada di luar diri manusia. Alam adalah kelanjutan dari napas itu sendiri.


Penutup: Melangkah Pelan, tetapi Sadar

Dalam kehidupan spiritual, tidak ada yang lebih suci ataupun lebih benar. Semua manusia sedang belajar, sedang membersihkan Citta, sedang menata Ahamkara, sedang menajamkan Buddhi.

Ketika pikiran menjadi lebih hening, jalan batin menjadi lebih terang. Ketika kesadaran tumbuh, setiap tindakan—kecil sekalipun—menjadi bagian dari yadnya.

Semoga setiap langkah kecil dalam keseharian menjadi persembahan sederhana kepada kehidupan itu sendiri.

Catatan Kaki

[¹] Sharma, R. Philosophy of Mind in Hindu Traditions. Delhi: Motilal Banarsidass, 2014.
[²] Gazzaniga, M. The Conscious Mind: Neuroscience and Higher Thought. MIT Press, 2018.
[³] Davidson, R. & Goleman, D. Altered Traits: Science Reveals How Meditation Changes Your Mind, Brain, and Body. Penguin, 2017.
[⁴] Burr, H. S., “The Fields of Life,” The Yale Journal of Biology and Medicine, Vol. 33, 1961.
[⁵] Bhagavad Gita, Bab 3, tentang Yadnya dan Tugas Manusia.



Komentar

Postingan Populer

Pediksan di desa Karangsuwung Tembuku Bangli

U

Tirtayatra PHDI KAB BANGLI. Madura, Kenjeran Bromao

Piodalan di Pura Pesraman Dharmawasita Capung Mas Ubud Gianyar Bali

Paruman Mawosang Karya Ring Pelinggih Ida Betara Siwa Budha Pesaraman Dharmawasita Mas Ubud

Dharama Santhi Dharmopadesa di Pesraman Dharma wasita Mas Ubud