Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2025

AlamRasa

AlamRasa Om Swastyastu  Berapa lama lagi manusia akan mencari Tuhan hanya lewat kata-kata, lewat buku, lewat dalil, lewat konsep yang saling bersahutan? Semua itu penting, namun pada akhirnya harus ditundukkan. Sebab ada wilayah yang tak bisa dijangkau oleh akal dan kata. Di wilayah itu hanya keheningan yang mampu menuntun jiwa pulang. Dalam ajaran Hindu Bali dikenal mauna, diam suci. Diam yang bukan sekadar menahan bicara, melainkan hening di pikiran, teduh di hati, dan lapang di jiwa. Justru dalam diam itu atman dapat mendengar kembali bisikan halus dari Brahman. Dan saat hening itu hadir, barulah tersadar bahwa jarak dengan Sang Hyang Widhi sebenarnya tidak pernah ada. Yang jauh hanyalah pikiran yang terus berlari ke luar. Menjadi seperti anak kecil barangkali adalah jalan yang paling dekat. Anak kecil tidak sibuk dengan dalih dan argumen. Ia hanya menangis bila jauh dari ibunya. Demikian pula jiwa yang telah menyentuh rasa; ia hanya rindu bila terasa jauh dari Tuhan...
Nafas dan Rahasia Om dalam Hindu Bali Oleh : Ida Bagus Ngurah Semara M. Sejak manusia lahir, sebelum telinga mendengar suara, sebelum mulut mengeluarkan tangisan, bahkan sebelum kesadaran akan dunia hadir, ada sesuatu yang datang mendahului segalanya: nafas. Tarikan awal itu bukan sekadar udara yang masuk, melainkan pertanda bahwa atma telah bersatu dengan jasad. Pada hela pertama itu sesungguhnya sudah terucap sebuah mantra, mantra yang paling tua dan paling suci: Om . Om bukan sekadar bunyi. Ia adalah getaran semesta, denyut awal dari segala ciptaan, gema yang tidak pernah padam. Dalam Hindu Bali, Om disebut pranava mantra, mantra yang menyatu dengan prana, daya hidup yang mengalir bersama nafas. Ia tidak perlu dicari jauh-jauh, karena sejak kita lahir sudah bersemayam di dalam diri. Sebagaimana diuraikan dalam Mandukya Upanisad: “Om ity etad akṣaram idam sarvam. Tasyo’py etasya vācakaḥ ātmā” — Om adalah aksara suci yang meliputi segalanya, dan ia adalah penunjuk dari Sang Atma it...

Pembinaan pratek keagamaan bagi siswa agama hindu tingkat SMA, Thn. 2023 bertempat di SMK1 Tembuku.

08-09-2023 Pembinaan pratek keagamaan bagi siswa agama hindu tingkat SMA, Thn. 2023 bertempat di SMK1 Tembuku. Narasumber : Ida Bagus Ngurah Semara Manuaba

Tuhan itu Siapa

Tuhan Itu Siapa Oleh : Ida Bagus Ngurah Semara Manuaba Tuhan itu siapa? Pertanyaan itu bagaikan desir angin malam yang menyentuh hati, lembut namun menusuk jauh ke dalam kesadaran. Pertanyaan itu seakan tak pernah usang, terus berulang di setiap zaman, di setiap lidah, di setiap dada yang bergetar mencari makna. Sejak manusia pertama kali menatap langit bertabur bintang, sejak ia mendengar gemuruh ombak yang tak pernah berhenti, sejak ia merasa sepi di tengah keramaian, sejak itulah ia bertanya: siapakah yang meliputi segalanya ini? Ada yang menjawab dengan cahaya. Lalu mereka menatap sinar mentari, gemerlap bintang, kilau api, dan berkata: inilah Tuhan. Ada yang menjawab dengan suara. Mereka mendengar gemericik air, nyanyian burung, bisikan gaib di keheningan, lalu berkata: inilah suara Tuhan. Ada yang menjawab dengan wujud. Mereka membangun patung, menumpuk harta, menegakkan kuasa, lalu menyembahnya sebagai Tuhan. Namun semua itu hanyalah bayangan. Cahaya bisa redup, suara bisa lenya...

Mengapa Harus ke Pura Jika Tuhan Ada di Mana-Mana?

Mengapa Harus ke Pura Jika Tuhan Ada di Mana-Mana? Oleh : Ida Bagus Ngurah   Semara M. Manusia sejak dahulu selalu bertanya: bila Ida Sang Hyang Widhi Wasa ada di mana-mana, mengapa kita masih harus mendirikan pura, dan mengapa umat Hindu berbondong-bondong ke pura untuk memuja-Nya? Bukankah cukup dengan mengingat Tuhan dalam hati, sebab Beliau meresap ke seluruh jagat raya? Pertanyaan ini ibarat suara batin yang menggema dalam diri setiap pencari kebenaran. Jawabannya bukanlah menafikan keberadaan Tuhan yang maha hadir, melainkan menyadari bahwa manusia sebagai makhluk terbatas membutuhkan simbol, ruang, dan tata cara agar bhakti dapat terarah. Kitab Bhagavad Gita IX.4 menyatakan: mayā tatam idaṁ sarvaṁ jagad avyakta-mūrtinā, mat-sthāni sarva-bhūtāni na cāhaṁ teṣv avasthitaḥ Artinya: “Dengan bentuk-Ku yang tak terjangkau oleh indria, Aku memenuhi seluruh jagat ini. Segala yang ada bersthana pada-Ku, namun Aku tidak terikat di dalamnya.” Sloka ini menegaskan bahwa Tuhan...

Agama dan Spiritualitas: Dua Jalan Menuju Cahaya

  Agama dan Spiritualitas: Dua Jalan Menuju Cahaya Dalam perjalanan batin manusia menuju sumber sejatinya, dua jalur besar kerap diperbincangkan: agama dan spiritualitas. Keduanya ibarat sungai yang berasal dari hulu yang sama—yakni kerinduan jiwa untuk kembali kepada yang Maha Ada—namun mengalir melalui alur yang berbeda. Ada yang menempuhnya lewat tata laku dan sistem keyakinan yang terstruktur, dan ada pula yang menempuhnya lewat perjalanan kesadaran yang sunyi dan tak terikat bentuk. Agama: Jalan Terang yang Bertata Agama, sebagaimana telah diwariskan turun-temurun dari para nabi dan pendeta suci, merupakan upaya luhur untuk menuntun manusia pada ketundukan kepada Yang Maha Suci. Dalam agama, Tuhan diperkenalkan lewat kitab, simbol, dan ritual. Ia dimuliakan dalam rumah-rumah ibadah dan dipanggil lewat doa dan kidung pujian. Agama mengajarkan adanya surga sebagai ganjaran bagi yang taat dan neraka sebagai hukuman bagi yang durhaka. Tuhan, dalam banyak sistem agama, dikisa...

Awig-Awig Adat dan Agama: Nafas Dharma dalam Kehidupan Bali

Awig-Awig Adat dan Agama: Nafas Dharma dalam Kehidupan Bali Oleh : Ida Bagus Ngurah Semara Mabusba. Di Bali, kehidupan masyarakat tidak pernah berdiri sendiri. Ia selalu bernaung di bawah payung adat dan agama, yang menyatu bagaikan air dengan sungai. Adat tanpa agama hanyalah aturan kering tanpa ruh, agama tanpa adat hanyalah doa yang menggantung di udara tanpa pijakan. Keduanya bertemu dalam bentuk yang paling nyata: awig-awig adat, aturan yang lahir dari kebersamaan warga, disucikan dengan upacara, dan dijalankan dengan keyakinan bahwa Ida Sang Hyang Widhi Wasa hadir menyaksikan setiap kesepakatan. Awig-awig bukan sekadar hukum desa. Ia adalah denyut nadi yang menjaga ritme kehidupan bersama. Di dalamnya termuat aturan tentang bagaimana manusia berhubungan dengan sesama (pawongan), bagaimana manusia menjaga harmoni dengan alam (palemahan), dan bagaimana manusia mengabdi kepada Tuhan (parhyangan). Semua itu sesungguhnya adalah pengejawantahan dari ajaran Tri Hita Karana, ...

Saat Spiritualitas Tergadaikan

  Saat Spiritualitas Tergadaikan Oleh Ida Bagus Ngurah Semara Manuaba “Diantaranya banyak yang keliru mengira bahwa agama yang terorganisir adalah wujud spiritualitas itu sendiri. Padahal, hakikat spiritual selalu melampaui sistem; ia tidak bisa dikurung oleh aturan yang kaku, sebab dharma sejati lahir dari kedalaman kesadaran, bukan dari kerangka formal.” Spiritualitas sejati tidak membutuhkan panggung. Ia tidak haus tepuk tangan, tidak menuntut pengakuan. Ia hadir dalam keheningan, dalam perenungan, dalam cinta tanpa syarat. Namun kini, terlalu sering kita menyaksikan agama diperlakukan layaknya komoditas—menjadi industri yang beroperasi di ranah ekonomi, politik, maupun sosial. Agama yang Menjadi Industri Kenyataan pahit yang kita hadapi hari ini adalah: Kesucian berubah menjadi destinasi wisata berbiaya tinggi , lebih mirip tiket rekreasi daripada ruang kontemplasi. Produk-produk bernuansa religius kerap dikemas rapi dan dijual , bukan untuk memen...